Road To South Africa 2010

Road To South Africa
Showing posts with label Prediksi. Show all posts
Showing posts with label Prediksi. Show all posts

Afrika Bukan Kuda Hitam

Dari satu ke lain Piala Dunia banyak pengamat menilai sepakbola Afrika dipenuhi tim-tim kejutan; sepakbola selalu melahirkan tim kuda hitam. Jarang orang yang memandang bahwa mereka lebih dari itu. Padahal, jika kita menyimak perjalanan para wakil zona CAF, prestasinya memuaskan dan konsisten. Paling tidak sejak Piala Dunia 1986 di Meksiko, wakil Afrika membuktikan diri mampu lolos ke babak 16 besar. Empat tahun sebelum edisi Meksiko, pada tahun 1982 Aljazair telah memelopori tradisi kemenangan tim-tim Afrika dengan menaklukkan salah satu tim unggulan, Jerman Barat. Mereka hampir saja lolos ke fase berikutnya. Maroko pada Piala Dunia 1986 berbicara lebih banyak dengan membuka tradisi baru: Afrika selalu menempatkan tim ke babak 16 besar. Tradisi ini selanjutnya dipelihara dengan baik secara berturut-turut oleh Kamerun, Nigeria, Senegal, dan Ghana dalam empat Piala Dunia terakhir.

Fakta di atas menunjukkan bahwa sepakbola Afrika telah mencapai konsistensi. Hasil yang dicapai dalam lima Piala Dunia terakhir membuktikan bahwa Afrika bukan lagi kekuatan minoritas yang sekedar mengejutkan sepakbola Dunia. Maka dari itu, kawasan ini tidak tepat lagi dijuluki sebagai kuda hitam. Afrika telah mencapai tingkat perkembangan sepakbola yang luar biasa. Benua ini mengalami kemajuan yang lebih merata dibandingkan Asia, Oceania, Amerika Utara, bahkan Amerika Selatan. Jika kekuatan sepakbola Amerika Masih didominasi oleh Meksiko dan Amerika Serikat, Amerika Selatan oleh Brasil dan Argentina, dan Asia/Oseania masih seputar Korea Selatan, Arab Saudi (yang tidak lolos dalam turnamen tahun ini), Jepang, dan Australia, maka Afrika mengalami perkembangan yang lebih baik. Mereka mewakilkan Negara yang berbeda. Pada tiap Piala Dunia, muncul tim baru. Diam-diam persaingan di Zona CAF lebih ketat dibandingkan zona Concacaf, AFC, OFC, dan Conmebol.

Dari raihan prestasi selama dua dekade terakhir Afrika layak kita tempatkan sebagai salah satu unggulan, sejajar dengan Amerika Selatan dan Eropa. Sudah saatnya kita mengubah pandangan tentang sepakbola Afrika.

Lain daripada itu, benua ini sebenarnya menyumbang sumber daya bermutu tinggi bagi liga-liga Eropa sebagai kawasan paling maju industri sepakbola dunia. Liga-liga papan atas tidak terlepas dari kontribusi para bintang Afrika sejak zaman Rabah Madjer hingga Samuel Eto’o. Lebih jauh lagi, jika dirunut sampai ke akar sejarahnya, Afrika telah ikut mewarnai perkembangan sepakbola dunia. Ademir, Leonidas, Jairzinho, Pele, Eusebio, Fontaine sampai dengan Zidane, memiliki darah Afrika. Mereka semua adalah orang hebat dan menjadi ikon sepakbola dunia.

Penilaian tentang sepakbola Afrika selama ini tampaknya dihubungkan dengan kedudukan social-politik bangsa Afrika. Julukan sebagai kuda hitam atau tim kejutan semata berasal dari sudut pandang tim-tim yang telah memiliki tradisi bagus di Piala Dunia, atau kita kenal dengan sebutan the Big Boys. Oleh karena itu, sebutan kuda hitam memiliki cakupan yang sangat sempit. Ketika Aljazair mengalahkan Jerman Barat pada Piala Dunia 1982, orang boleh menganggapnya sebagai kejutan. Akan tetapi, jika kemudian wakil-wakil lain dari Afrika secara konstan lolos dari penyisihan grup, maka kita tidak dapat lagi memandang mereka dengan sebelah mata.

Kita harapkan bahwa kepercayaan FIFA menunjuk CAF dan Afrika Selatan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010 bukan sekedar untuk memeratakan jatah tuan rumah berdasarkan letak geografis, akan tetapi sebagai bukti pengakuan dunia bahwa Afrika adalah salah satu kekuatan utama sepakbola dunia.
Read More

The Sun sets the tone

"We talked ourselves up too much. Never again. In future tournaments we must learn to be humble. Be calm." These the words of Steven Gerrard, reflecting on Germany 2006 and England’s legendary propensity for over-hyping their national team. So, what was the reaction to the draw for 2010? Humble? Calm? The front page of the top-selling Sun newspaper offered a clue, spelling out the group in a headline that summed up the English view on Group C:

England
Algeria
Slovenia
Yanks

This assessment did not go unnoticed, especially across the Atlantic, where the Los Angeles Times described the offending English newspaper as “scurrilous”. But it wasn’t all indignation. The Washington Times, for example, reflected on “a very favorable draw for the US - certainly not the feared group of death.”

Nearly everyone in Group C appeared bullish about their chances, in fact. Algerian newspaper Al Khabar wrote of Les Fennecs having “a huge chance” to advance, “maybe even at the top of the group”. There was confidence elsewhere in Africa too, with Nigeria’s Vanguard quoting Kashimawo Laloko, a former national technical director, describing Group A as “easy”.

The section’s top seeds, Argentina, shared this optimism. Diario Deportivo Olé encapsulated the sense of satisfaction, pointing out that, instead of landing in "El grupo de la muerte" (the group of death) - as they had in 2002 and 2006 - La Albiceleste had been handed "El grupo de la suerte" (the group of luck). Reaction in Greece was more muted, with Greeksoccer.com reflecting on the “uncanny irony” of being reunited with Argentina and Nigeria, two of the teams who ensured a miserable FIFA World Cup debut for their side at USA 1994. In Korea Republic, United News

also looked to the past, recalling in the article “Huh Jung-Moo resumes rivalry with Maradona” that their national coach performed a brutal man-marking job on his Argentina counterpart in the teams’ Mexico 1986 opener. (fifa.com)

Read More

Pola yang Teratur Sejak 1986

Piala Dunia memiliki pola yang teratur sejak edisi 1986 di Meksiko. Pola tersebut dapat kita temukan dalam hal konfederasi yang timnya menjadi juara dunia. Dalam hal ini, pola dibentuk oleh konfederasi Amerika Selatan (Conmebol) dan konfederasi Eropa (UEFA). Antara Amerika Selatan dan Eropa saling bergantian merebut gelar juara dalam interval 4 (empat) tahun. Dengan kata lain, perlu waktu 8 (delapan) tahun bagi salah satu konfederasi untuk menjadi juara dunia. Lantas, tim mana saja yang membentuk pola yang unik ini? Kita simak bersama kronologi di bawah ini.

Daftar Juara Dunia (1986-2006)

Piala Dunia 1986 Argentina (Conmebol)
Piala Dunia 1990 Jerman Barat (UEFA)
Piala Dunia 1994 Brasil (Conmebol)
Piala Dunia 1998 Prancis (UEFA)
Piala Dunia 2002 Brasil (Conmebol)
Piala Dunia 2006 Italia (UEFA)

Kita perhatikan bahwa secara bergantian antara Amerika Selatan dan Eropa meraih Piala Dunia. Nah, jika kita berpegangan pada pola teratur di atas, maka akan muncul pertanyaan: "Akankah pada edisi 2010 di Afrika Selatan nanti giliran tim dari Amerika Selatan yang menjadi juara?" Hmm...sebuah prediksi yang perlu pembuktian. Mengapa Amerika Selatan? Dari kronologi tersebut kita dapat melihat bahwa zona ini menjuarai Piala Dunia pada tahun-tahun 1986, 1994, dan 2002; sedangkan Zona Eropa menjuarainya pada tahun-tahun 1990, 1998, dan 2006. Jika pola bertahan seperti ini, maka selang 8 (delapan) tahun dari gelar terakhir, 2002, adalah milik Amerika Selatan. Kita tunggu pembuktiannya.
Read More