Road To South Africa 2010

Road To South Africa

1974 Jerman Barat

Sebuah fenomena bahwasanya dua tim Jerman, Timur dan Barat, berada dalam satu grup. Jerman Timur berhasil menang dalam perang saudara ini; meskipun justru Jerman Barat yang melenggang dengan pasti. Namun ternyata perhatian tidak tertuju pada pertemuan emosional ini, melainkan pada kiprah De Oranje Belanda. Melalui "brainchild" fantastis Rinus Michels, Belanda menyuguhkan permainan yang menggairahkan bertajuk "total football". Ah, indah sekali jika dalam pertandingan sepakbola dipenuhi oleh permainan menyerang. Lewat kepiawaian jendral lapangan tengah Johan Cruijff (pemain terbaik Eropa tiga kali), Belanda membius dunia dan menantang Jerman Barat di Stadion Olimpiade Munich. Setelah sempat unggul melalui eksekusi penalti Johan Neeskens, Belanda takluk oleh dua gol tuan rumah, Paul Breitner (lewat penalti juga) dan "Der Bomber" Gerd Mueller. Jerman Barat meraih juara kali kedua, Franz Beckenbauer menjadi orang paling bahagia karena meraih double winners: Juara Piala Champions dan Piala Dunia. Di tengah gemerlapnya para bintang, muncul dua orang Polandia bertalenta hebat: Grzegorz Lato (pencetak gol terbanyak) dan Kazimierz Deyna (satu dari tiga pemain terbaik turnamen ini). Sebagai catatan, trofi yang diberikan kepada Jerman Barat ini berganti nama menjadi "FIFA World Cup". Trofi ini keluaran baru dari FIFA karena "Jules Rimet Trophy" telah menjadi milik selamanya Brasil sebagai penghargaan atas prestasinya menjadi juara sebanyak tiga kali.
Read More

1970 Meksiko

Pele berada di puncak kejayaan. Sempat melempem 4 tahun sebelumnya, "the Black Pearl" ini membuktikan kemahabintangannya di Meksiko. Brasil ia antarkan ke partai puncak untuk bertemu Italia. Italia sendiri seperti kehabisan bensin saat berlaga di final selepas pertandingan yang emosional dan melelahkan melawan Jeman Barat pada laga semifinal (salah satu "the best match of all time" Piala Dunia). Gli Azzurri lumpuh total, pertahanan catenaccionya diobrak-abrik oleh Pele, Jairzinho, dan Carlos Alberto Torres. Brasil menghajar juara dunia dua kali ini dengan skor mantap, 4-0 sekaligus mengklaim diri sebagai pemilik abadi trofi Jules Rimet. Mexico'70 adalah Piala bertabur pesona dan bintang. Banyak pengamat mengatakan bahwa edisi kali ini merupakan yang terdahsyat sepanjang masa. Dua nama selain Pele yang perlu diberi kredit ialah Gerd Muller (top scorer, 10 gol) dan Jairzinho (selalu mencetak gol dalam setiap pertandingan). Mario Zagallo membuat sejarah karena menjadi juara dunia sebagai pelatih dan sebagai pemain.
Read More

1966 Inggris

Kata orang Inggris, "football comes home". Negara ini mengklaim diri sebagai nenek moyangnya sepakbola. Segala ambisi dicurahkan untuk menjadi yang terbaik. Di tengah persiapan itu, terjadi insiden yang memalukan persepakbolaan Inggris: trofi Jules Rimet hilang selama beberapa hari, sebelum ditemukan oleh seekor anjing pelacak bernama Pickles. Pickles seolah menjadi dewa (atau dewi?) penyelamat muka bangsa Inggris. St. George's Cross melaju ke final dan meraih trofi setelah mengalahkan Jerman Barat dengan skor 4-2. Salah satu gol Inggris yang dicetak oleh Geoff Hurst masih menjadi perdebatan hingga kini. Pasalnya, bola yang ia sundul membentur mistar, pad saat memantul ke lapangan masih berada di luar garis gawang. Akan tetapi wasit mengesahkan gol itu. Jadilah Hurst mengukir sejarah sebagai orang pertama yang mencetak hattrick dalam laga pamungkas. Sementara itu Asia boleh berbangga atas sukses Korea Utara membekuk tim unggulan Italia lewat gol tunggal Park Doo-ik. Mereka terus mengejutkan dunia dengan menantang Portugal pada perempat final. Sayang sekali mental para pemain Korut terkorup oleh gedoran Eusebio dkk. Setelah sempat unggul 3-0, Portugal membalikkan keadaan menjadi menang 5-3!
Read More

1962 Cile

Sedikit cerita tidak mengenakkan terjadi. Diantaranya tuduhan mencuri di pasar oleh polisi Cile kepada Bobby Moore dan baku hantam antarpemain Cile dan Italia. Brasil mempertahankan gelar dengan mengalahkan Cekoslovakia. Gelar top scorer dihuni secara beramai-ramai oleh lima orang: Leonel Sanchez (Cile), Valentin Ivanov (Uni Soviet), Vava (Brasil), Garrincha (Brasil), dan Drazen Petrovic (Yugoslavia). Ada satu nama lagi yang sangat dekat dengan sepakbola Indonesia. Ialah Jozef Masopust. Reputasi Masopust sebagai pemain terbaik Eropa terbukti. Meskipun kalah di final, namun ia mencatatkan diri sebagai salah satu pencetak gol pertandingan final, sejajar dengan Stabile, Cea, Iriarte, Ghiggia, Morlock, Rahn, Pele, dan sebagainya. Masopust yang sekarang telah tiada, sempat menyumbang perkembangan sepakbola Indonesia dengan menjadi pelatih tim Merah Putih.
Read More

1958 Swedia

Eropa kembali menjadi tuan rumah. Tetapi, kondisinya berbeda dari tahun 1938. Kali ini tidak ada aksi protes yang berarti dari kawasan Amerika Selatan. Brasil membuat sejarah: menjadi tim Amerika Latin yang juara di tanah Eropa, sebuah rekor yang belum tersamai hingga Germany 2006. Adalah seorang pemuda belasan tahun bernama lahir Edson Arantes do Nascimento. Sapaan akrabnya adalah Pele. Ia tidak menjadi pencetak gol tersubur pada turnamen ini, tetapi golnya yang spektakuler ke gawang Swedia dalam pertandingan final boleh jadi adalah gol terbaik laga final Piala Dunia. Yah, Swedia 1958 memang penuh rekor. Just Fontaine, tukang gedor Les Bleus Prancis mengukir 13 gol dan masih bertahta di puncak pemegang top skorer paling banyak dalam satu turnamen. Tidak berhenti di sini, skor pertandingan puncak, 5-2 untuk Brasil adalah final dengan jumlah gol terbanyak (7 gol). Cerita manis diukir oleh seorang kelahiran Irlandia yang membela Amerika Serikat, Joseph Larry Gaetjens. Sebagai the Irishman, merupakan suatu kebanggaan jika berhasil menghempaskan Inggris. Joe, demikian panggilannya, berhasil melakukannya. Gol tunggalnya bagaikan pisau guilotine yang memenggal kepala orang Inggris.
Read More

1954 Swiss

Piala Dunia kembali ke tanah Eropa. Siapapun waktu itu sangat yakin dengan kedidgayaan "the Magical Magyar" Hungaria, peraih medali emas Olimpiade 1952 di Helsinky. Sepak terjang Hungaria bagaikan menebar mimpi buruk dan maut. Terbukti mereka menjadi produsen gol terbanyak dengan melibas lawan-lawannya hingga luluh-lantak. Tak terkecuali terhadap Jerman Barat, Puskas, Czibor, Kocsis ("Man with Golden Head", top skorer dengan 11 gol), dan Hidegkuti merajalela dan menghajar Der Panzer tanpa ampun 8-3 pada babak penyisihan. Akan tetapi, lain penyisihan lain final, justru Hungaria hilang kendali dan dibalas oleh Fritz Walter dkk. Jerman Barat menjadi juara dunia 1954 setelah menaklukkan Hungaria dengan skor 3-2.
Read More

1950 Brasil

Brasil menjadi tuan rumah. Mereka sangat berambisi untuk menggondol trofi Jules Rimet. Apa hendak dikata, justru dalam pertandingan terakhir, Selecao dikalahkan oleh Uruguay. Perlu dicatat bahwa Piala Dunia tahun ini tidak menyelenggarakan pertandingan final. Di luar kekecewaannya, Leonidas da Silva membuat Tim Samba tersenyum lewat gelar top scorer, yang berarti mengulangi orang Brasil lainnya, Ademir Marquez de Menezes yang berjaya 12 tahun lalu di Prancis.
Read More

1938 Prancis

FIFA tampaknya ingkar janji. Kesepakatan awal sedianya FIFA akan memberikan jatah tuan rumah secara bergantian antara dua kekuatan sepakbola terbaik saat itu: Eropa dan Amerika Selatan. Tetapi, justru Prancis yang ditunjuk sebagai tuan rumah. Berarti, Eropa menjadi tuan rumah sebanyak dua kali berturut-turut. Sebagai wujud protes, dua tim kuat zona Concacaf, juara bertahan Uruguay dan Argentina, menolak ikut serta. Piala Dunia 1938 ini adalah yang terakhir sebelum Perang Dunia II meletus. Apapun yang terjadi, Vittorio Pozzo membuat sejarah sebagai pelatih yang juara dua kali. Piala Dunia 1938 juga berkesan bagi Nusantara. Di bawah nama Dutch East Indies, cikal bakal Republik Indonesia menjadi tim pertama Asia yang ikut putaran final. Tampil sekali langsung dikalahkan oleh Hungaria dengan skor 0-5. Hungaria lah yang akhirnya menantang Italia di final. Dari beberapa sumber, dikatakan bahwa penjaga gawang Hungaria diancam oleh orang-orang Mussolini hingga lebih sayang nyawanya dengan membiarkan pemain Italia mencetak gol, sejumlah insiden kecurangan pemain Italia tidak ditegur oleh wasit, termasuk diantaranya dilakukan oleh Giuseppe Meazza, sang kapten, yang menyodok pinggang pemain Hungaria.
Read More

1934 Italia

Piala Dunia dalam iklim fasisme di bawah diktator Benito Mussolini. Kemenangan Italia mungkin patut dipertanyakan lantaran situasi politik dunia waktu itu. Uruguay tidak ikut serta pada edisi kedua ini. Dalam pertandingan final, Gli Azzurri mengalahkan Cekoslovakia, namun Cekoslovakia lah yang mewakilkan pemainnya, Oldrich Nejedly yang menjadi top scorrer
Read More

1930 Uruguay

Impian Presiden FIFA Jules Rimet menjadi kenyataan. Rancangan kejuaraan Piala Dunia sepakbola yang lama ia idam-idamkan terlaksana pada tahun 1930 di Uruguay. Piala Dunia Pertama ini diikuti oleh 13 negara. Semua pertandingan berlangsung di Stadion Centenario, kota Montevideo yang dibangun untuk memperingati Ulang Tahun Kemerdekaan Uruguay ke-100 (sesuai namanya, Centenario = Centennial). Kebahagiaan rakyat Uruguay semakin lengkap karena tim kesayangannya menjadi juara. Meskipun kalah di final Argentina masih terhibur dengan gelar pencetak gol terbanyak atas nama Guillermo Stabile. Sementara itu Prancis, negara asal Jules Rimet, kebagian momentum unik: Lucien Laurent menjadi pencetak gol pertama kali sepanjang sejarah Piala Dunia.
Read More