1994 USA
Apa jadinya jika Piala Dunia diadakan di negara yang sepakbolanya tidak populer, kalah dari bisbol, superbowl, dan basket? Ternyata Henry Kissinger, mantan US Secretary of State, berhasil meyakinkan Joao Havelange bahwa sepakbola (yang menurut lidah Amerika disebut "soccer") akan tetap menarik. Promosi besar-besaran dilakukan. Stadion mutakhir dengan "retractable roof" (atap anti hujan) dibangun di Detroit, diberi nama Pontiac Silverdome. Amerika Serikat menjadi tuan rumah edisi tahun ini. Roger Milla masih sanggup membawa panji "Indomitable Lions", bahkan mempertajam rekor sebagai pencetak gol tertua Piala Dunia (42 tahun) yang ia cetak ke gawang Rusia. Pada laga ini, Oleg Salenko membuat rekor hebat: mencetak 5 gol! Ini berarti menyamai rekor Emilio "the Hering" Butragueno ke gawang Denmark, 8 tahun silam. Sementara itu Argentina mencoba bangkit dari kesedihan. Mereka datang dengan membawa "the Magnificent Seven" (Maradona, Batistuta, Balbo, Simeone, Ruggeri, Caniggia, Redondo). Malangnya, segala rencana dirusak oleh kecerobohan Maradona yang ketahuan melakukan "doping". Kepada media ia mengatakan, "Mereka (FIFA) memenggal kakiku". Namun apa lacur, barangkali ini tuah dari tindakannya pada tahun 1986, dengan membawa-bawa nama Tuhan untuk berbuat tidak sportif. (red: Inggris kok dilawan...jangan sekali-kali...). Gheorghe Hagi ikut bersinar dengan gol spektakulernya ke gawang Kolombia. Kolombia berduka dengan tewasnya Andres Escobar oleh suporter ultra-nasionalis Kolombia karena ia membuat gol bunuh diri saat melawan Amerika Serikat (kejadian yang membuat John "the Superman" Harkes, pengirim bola waktu itu, sangat terpukul). Argentina tanpa Maradona kacau-balau dan dihajar oleh Rumania. Dari Afrika, kini giliran "Super Eagle" Nigeria yang mengepakkan sayapnya. Sayang sekali, mereka kalah pengalaman dari Italia, khususnya Roberto Baggio, yang tiba-tiba melesat setelah dalam tiga pertandingan grup tak bersuara. Baggio dipuja, namun akhirnya dicerca lantaran kegagalannya dalam adu penalti pada final melawan Brasil. "Gugurnya Sang Pahlawan," demikian salah satu media cetak Indonesia mengambil judul kegagalan Baggio. Ia dipersalahkan dan tidak lagi disentuh oleh Arrigo Sacchi sebelum "comeback to the place where he belonged" pada tahun 1998. Jerman tampil tanpa greget, diwarnai aksi pemecatan Stefan Effenberg, kemenangan kontrovesial melawan Spanyol, dan akhirnya tak berdaya di hadapan Hristo Stoichkov plus armada pemberani Bulgaria. Stoichkov membawa pulang sepatu emas bersama Oleg Salenko. Adapun Selecao memperlebar jarak dari Jerman dan Italia: juara dunia 4 kali. Romario menjadi sorotan media. Duetnya bersama Bebeto menjadi idola meskipun menjelang semifinal keduanya dikabarkan "tidak saling menyapa". Brasil di puncak dunia, meneruskan sukses konstituennya, Sao Paulo yang berjaya di Piala Toyota 1993. Piala Dunia kali ini justru tanpa kehadiran Inggris, nenek moyang the Americans. Mereka digagalkan oleh Belanda. Asia ikut populer lewat aksi dribbling maut Said Owairan ke gawang Belgia yang dijaga peraih penghargaan Lev Yashin Award, Michel Preud'homme.
0 comments:
Post a Comment